Pemerintah Indonesia terus mengkaji penerapan pajak ekspor atau bea keluar untuk produk nikel setengah jadi, termasuk feronikel dan nickel pig iron (NPI). Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung hilirisasi industri nikel di dalam negeri. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa rencana ini masih dalam tahap kajian lintas kementerian.
Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Kemenkeu, Mohammad Aflah Fahrobi menjelaskan bahwa salah satu langkah mendukung hilirisasi adalah dengan memproses nikel berkadar tinggi di dalam negeri. Namun, jika produk setengah jadi tersebut harus diekspor, penerapan aturan bea keluar diharapkan dapat menghambatnya.
Aflah menekankan pentingnya hambatan ini demi mendukung industri dalam negeri. Ia menjelaskan bahwa untuk nikel, pemerintah sudah menerapkan langkah dasar untuk menghambat ekspor produk nikel mentah guna mendorong pengolahan di dalam negeri. Namun, untuk produk setengah jadi, seperti NPI, masih dalam tahap kajian bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Perindustrian.
Pemerintah berusaha menjaga keseimbangan antara mendorong pengolahan nikel di dalam negeri dan tidak membahayakan ekspor. Kebijakan ini juga harus mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional dan harga nikel yang fluktuatif.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani telah menyuarakan dukungannya terhadap pajak ekspor produk nikel sebagai bagian dari upaya hilirisasi industri. Diskusi intensif terus dilakukan dengan para menteri koordinator (menko) dan menteri terkait untuk merumuskan rencana ini. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan juga menegaskan bahwa penerapan pajak ekspor atau bea keluar untuk NPI dan feronikel akan dilakukan ketika harga nikel dalam kondisi menguntungkan. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengoptimalkan potensi industri nikel dalam negeri dan meningkatkan nilai tambah produk nikel sebelum diekspor.