Siapa Nama Istri Djoko Tjandra? Ini Profil dan Keterlibatannya

Kasus Joko Soegiarto Tjandra sempat menuai sorotan publik Tanah Air. Pasalnya, ia menjadi tersangka korupsi Bank Bali yang terjadi sejak tahun 1999. Kasus tersebut menyebabkan kerugian negara dengan angka yang fantastis yakni lebih dari Rp500 miliar. Bahkan, kasus tersebut jadi kasus yang besar dalam sejarah finansial Tanah Air. Dalam kasus tersebut banyak pihak yang tersorot karena upaya dan keterlibatannya dalam kasus Djoko Tjandra, salah satunya adalah sang istri. Tak hanya Djoko Tjandra, kasus tersebut juga memicu pertanyaan tentang siapa nama istri Djoko Tjandra hingga membuat suaminya bisa terlibat dalam kasus tersebut?

Siapa Nama Istri Djoko Tjandra?

Istri sah Djoko Tjandra bernama Anna Boentaran dengan akta perkawinan nomor 2440/1981 tanggal 24 September 1981. Pernikahan Djoko Tjandra dan Anna Boentaran lahirlah tiga anak perempuan yang masing-masing bernama Joanne Soegiarto Tjandranegara, Jocelyne Soegiarto Tjandra, dan Jovita Soegiarto.

Tak banyak informasi tentang Anna Boentaran sehingga hanya sedikit informasi yang bisa disajikan dengan akurat. Namun dalam dokumen putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Anna mengaku hanya sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga. Sedangkan tanggal lahir, usia, pekerjaan, bahkan media sosial belum bisa dipastikan dan tak terlacak sampai sekarang.

Anna Boentaran sendiri tidak terbukti secara hukum terlibat dalam kasus cessie Bank Bali dengan Djoko Tjandra alias suaminya sebagai tersangka. Namun, ia mendapat sorotan karena berupaya membebaskan Djoko Tjandra dalam kasus yang menimpa suaminya tersebut. Untuk memahami keterlibatan Anna, simak kronologi kasus Djoko Tjandra lebih dulu.

Kronologi Kasus Djoko Tjandra

Kasus ini bermula pada masa krisis moneter yang melanda Indonesia pada akhir tahun 1990-an. Bank Bali, salah satu bank swasta terbesar di Indonesia saat itu, mengalami kesulitan keuangan. Untuk mengatasi masalah likuiditas, Bank Bali melakukan penjualan piutang kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Proses penjualan piutang ini dikenal dengan istilah “cessie”.

Cessie, dalam istilah hukum, merujuk pada pengalihan hak tagih atas nama dari satu pihak ke pihak lain. Sederhananya, jika Anda memiliki utang kepada seseorang (kreditur), dan kreditur itu kemudian menjual utang Anda kepada orang lain, maka terjadilah cessie.

Anda membeli sebuah mobil dengan cara kredit. Pihak pembiayaan (leasing) adalah kreditur Anda. Namun, karena alasan tertentu, pihak leasing menjual hak tagih atas utang Anda kepada perusahaan lain. Perusahaan baru ini kemudian menjadi kreditur Anda yang baru. Proses inilah yang disebut cessie.

Perlu diketahui, Djoko Tjandra adalah seorang pengusaha yang memiliki perusahaan bernama PT Era Giat Prima. Dari perusahaan itulah Djoko Tjandra tersandung kasus cessie Bank Bali.

Kronologi kasus Djoko Tjandra terjadi pada tahun 1999. Kala itu Bank Bali mengalami kesulitan keuangan serius yang mengakibatkan kerugian besar. Bank tersebut juga memiliki sejumlah piutang tak tertagih dari bank-bank lain yang telah dilikuidasi oleh BPPN.

Djoko Tjandra, melalui perusahaannya PT Era Giat Prima (EGP), kemudian menawarkan solusi kepada Bank Bali untuk membeli piutang-piutang tersebut. Dalam kesepakatan ini, Bank Bali akan menyerahkan hak tagihnya kepada EGP dengan nilai yang cukup tinggi.

Dalam perjanjian tersebut, Bank Bali menjual hak tagih (cessie) atas piutang sebesar Rp904 miliar kepada PT Era Giat Prima dengan imbalan komisi sebesar 10% atau sekitar Rp 90 miliar. Namun, proses ini dilakukan tanpa persetujuan dari Bank Indonesia dan BPPN, yang seharusnya memberikan izin atas transaksi sebesar itu.

Selain itu dalam dalam proses pengalihan hak tagih ini, terjadi dugaan korupsi. Ada indikasi bahwa proses penjualan hak tagih ini dilakukan secara tidak transparan dan melibatkan suap kepada pejabat untuk memuluskan transaksi tersebut. Djoko Tjandra diduga memberikan suap kepada sejumlah pejabat untuk memperlancar proses pembayaran dari BPPN ke PT Era Giat Prima. Jumlah dana yang mengalir untuk melancarkan proses tersebut diduga mencapai ratusan miliar rupiah.

Lalu di tahun 2000, Kejaksaan Agung melakukan serangkaian penyelidikan dan hasilnya, Kejagung menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka kasus korupsi Bank Bali. Ia terbukti melakukan tindakan korupsi karena diduga mempengaruhi pejabat berwenang untuk memperlancar proses cessie.

Tjandra dan beberapa pihak lain melakukan korupsi hingga negara mengalami kerugian sebesar Rp546 miliar. Bahkan, kasus ini jadi salah satu skandal finansial terbesar di Indonesia.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Djoko Tjandra diketahui melarikan diri ke luar negeri. Ia berhasil lolos dari penangkapan dan tinggal di beberapa negara, termasuk Malaysia dan Papua Nugini, selama bertahun-tahun.

Meski menjadi buron internasional, Djoko Tjandra beberapa kali berhasil lolos dari usaha penangkapan. Beberapa kali, upaya penangkapan Djoko Tjandra mendapat sorotan media dan publik, namun selalu gagal menangkapnya secara efektif.

Pada tahun 2020, Djoko Tjandra kembali ke Indonesia secara mengejutkan. Ia muncul di Jakarta dan langsung menjadi sorotan publik. Kembalinya Djoko Tjandra ke Indonesia memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk masyarakat dan lembaga penegak hukum.

Setelah kembali ke Indonesia, Djoko Tjandra akhirnya ditangkap oleh pihak kepolisian. Proses hukum terhadapnya mulai berjalan, dan beberapa pihak yang diduga terlibat dalam upaya melindungi Djoko Tjandra juga ikut diperiksa.

Keterlibatan Anna Boentaran dalam Kasus Djoko Tjandra

Dari rangkaian kasus Bank Bali tersebut, muncul orang yang terkesan berusaha membuat Djoko Tjandra tetap bebas yakni istri dari Djoko sendiri yang bernama Anna Boentaran.

Nama Anna Boentaran mulai disorot karena berkaitan dengan kasus yang menyeret suaminya sebagai tersangka korupsi.

Pada tahun 2016, namanya tercatat di Mahkamah Konstitusi (MK) karena mengajukan uji materi yang kemudian tercantum di permohonan No. 33/PUU-XIV/2016.

Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa Anna mengajukan uji materi Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga membuat suaminya divonis penjara selama 2 tahun oleh Mahkama Agung (MA).

Pengajuan uji materi tersebut mengacu pada Pasal 263 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Anna menilai, menurut pasal tersebut jaksa tak punya wewenang dalam mengajukan PK lantaran suaminya dijatuhi penjara 2 tahun oleh MA. Akhirnya, pengajuan permohonan Anna terkait uji materi tersebut dikabulkan oleh MK pada 12 Mei 2016.

Selain itu Anna Boentaran juga kembali membela sang suami di tahun 2020. Pada tanggal 16 April di tahun tersebut, Anna mengirimkan surat kepada NCB Interpol Indonesia. Surat tersebut terkait permohonan pencabutan red notice di Interpol dengan nama Djoko Tjandra.

Pengiriman surat Anna kemudian berbuntut pada pencabutan Interpol red notice terhadap Djoko Tjandra. Ditjen Imigrasi kemudian melakukan penghapusan status DPO atas nama Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System yang dimiliki dalam Sistem Informasi Keimigrasian tanggal 13 Mei 2020.

Alasan pencabutan sendiri adalah lantaran tak ada permintaan perpanjangan yang dikirimkan oleh Kejaksaan Agung.

Nasib Djoko Tjandra

Sampai saat ini pertanyaan tentang siapa nama istri Djoko Tjandra terus menggantung. Pasalnya sebelum vonis atas nama suaminya dijatuhkan, upaya Anna untuk membebaskan suaminya hampir selalu berhasil. Bahkan suaminya sempat berhasil buron dan diketahui berada di luar negeri selama beberapa lama.

Meski Anna terus berupaya membebaskan suaminya, Mahkamah Agung (MA) tetap menjatuhkan vonis kepada Djoko Tjandra berupa penjara 2 tahun 6 bulan pada Novermber 2023. Saat ini ia ditahan di Lapas Kelas IIA Salemba, Jakarta Pusat. Vonis tersebut diketahui lebih berat dibanding tuntutan JPU yang hanya mengajukan tuntutan penjara atas nama Djoko Tjandra selama 1 tahun 6 bulan.

Pada September tahun 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sempat memvonis Djoko Tjandra bebas dari penjara. Namun MA membatalkan vonis tersebut dan menyatakan bahwa Djoko Tjandra bersalah dalam kasus korupsi penggelapan dengan nilai Rp54,6 miliar.

Tak hanya dihukum penjara, pengadilan juga mengaharuskan Djoko Tjandra untuk membayar uang denda sebesar Rp2 miliar subsidair 6 bulan kurungan.

Selain Djoko Tjandra, ada beberapa nama yang menjadi tersangka kasus cessie Bank Bali yakni sebagai berikut.

  • Brigjen Prasetijo Utomo terlibat dalam kasus pemalsuan surat bebas COVID-19 dan menerima uang atas penerbitan dokumen yang dilakukan.
  • Jenderal Napoleon Bonaparte yang menerima hadiah dan janji terkait penghapusan red notice atas nama Djoko Tjandras
  • Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang diduga membantu memuluskan upaya Djoko yang ingin mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada kasus yang menjeratnya
  • Anita Dewi Anggraeni Kolopaking yang merupakan pengacara Djoko Tjandra. Ia berupaya melobi Prasetijo agar mau menerbitkan surat jalan serta surat bebas Covid-19 sehingga Djoko bisa melenggang dengan santai
  • Tommy Sumardi merupakan pengusaha yang akrab dengan Setya Novanto (mantan Ketua DPR). Ia diduga kasih uang suap agar surat jalan dan penghapusan red notice bisa dilakukan.

Selain terkait siapa nama istri Djoko Tjandra, Kami juga membahas artikel terkait dengan Tjandra Limanjaya. Simak terus berita dari kami.