Direktori Putusan MA soal Sengketa Pajak atas Benefical ownership pada pemungutan PPh Pasal 26 ini membenarkan putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan dan menetapkan pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil.
Catatan Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini memuat sengketa pajak terkait penentuan status benefical ownership sebagai syarat pemungutuan pajak penghasilan (PPH) Pasal 26.
Perlu diketahui bahwa wajib pajak telah melakukan perjanjian pinjam-meminjam dengan pihak lawan transaksi yang berkedudukan di Belanda. Dalam hal ini, wajib pajak melakukan pembayaran bunga kepada pihak tersebut.
Wajib pajak menyebutkan bahwa pihak lawan transaksi merupakan pemilik hasil dividen atas penghasilan berupa bunga.
Sedangkan, pihak lawan transaksi adalah badan hukum yang bertempat di Belanda dan memiliki hak untuk mendapatkan manfaat atas Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Belanda.
Oleh sebab itu, wajib pajak tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 26. Pihaknya mengklaim sudah benar dalam melaporkan PPh pasal 26.
Di sisi lain, Otoritas pajak mengatakan bahwa menurut hasil pemeriksaan, pihak lawan transaksi tidak memiliki aset fisik, pegawai, dan kegiatan ekonomis selayaknya suatu perusahaan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pihak lawan transaksi bukanlah benefical owner atas penghasilan bunga.
Karenanya, pihak tersebut tidak berhak mendapatkan manfaat P3B antara Indonesa dan Belanda. Terkait pembayaran bunga pinjaman luar negeri yang dilakukan wajib pajak sedianya dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20 persen.
Baca Juga : Contoh undang-undang Putusan MA
Selanjutnya, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruh permohohan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sedangkan di tingkat PK, Mahkamah Agung (MA) menolak dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.
Kronologi Sengketa Pajak
Wajib pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak karena merasa keberatan terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai bahwa wajib pajak telah menyampaikan surat keterangan domisili pihak lawan transaksi.
Hakim menyimpulkan bahwa pihak lawan transaksi adalah pemilik manfaat sebenarnya (benefical owner) atas penghasilan berupa bunga yang dibayarkan wajib pajak. Pihak lawan transaksi berhak untuk menerima manfaat dari fasilitas P3B Indonesia dan belanda berupa tidak dikenakan pajak di Indonesia. Oleh sebab itu, koreksi yang diberikan otoritas pajak dinyatakan dibatalkan.
Dengan terbitnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.46868/PP/M.III/13/2013 tertanggal 30 Agustus 2013, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteran Pengadilan Pajak pada 9 Desember 2013.
Pokok sengketa atas perselisihan ini adalah koreksi positif objek PPh Pasal 26 sebanyak Rp 20.619.340.000 yang merupakan pembayaran bunga pinjaman kepada perusahaan di Belanda.
Pendapat Pihak yang Berselisih
Otoritas Pajak selaku pemohon PK menyatakan keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Otoritas Pajak melakukan koreksi karena diketahui pihak lawan transaksi bukan benefical owner dari uang yang dipinjamkan kepada Termohon PK.
Berdasarkan Surat Edaran No.04/PJ.34/2005, benefical owner adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa dividen, bunga dan/atau royalty baik wajib pajak perorangan atau wajib pajak badan. Benefical owner berhak sepenuhnya menikmati secara langsung manfaat penghasilan tersebut.
Dalam dokumen exchange of information antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda, dikatakan bahwa pihak lawan transaksi tidak memiliki aset yang bersifat fisik dan tidak memiliki pegawai.
Tak hanya itu, pihak lawan transaksi juga diketahui tidak memiliki kegiatan operasional atau kegiatan ekonomis tertentu sebagaimana perusahaan pada umumnya.
Dari fakta-fakta di atas, Otoritas Pajak menilai pihak lawan transaksi bukan pemilik manfaat sebenarnya atas penghasilan berupa bunga. Pendirian perusahaan tersebut dimaksudkan untuk memanfaatkan P3B Indonesia dan Belanda (treaty abuse).
Kepastian terkait status benefical owner menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan fasilitas P3B Indonesia dan Belanda. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pihak lawan transaksi tidak memenuhi kriteria tersebut untuk memperoleh fasilitas P3B Indonesia dan Belanda berupa tidak dikenakan pajak di Indonesia.
Menurut Pasal 11 ayat (2) P3B Indonesia-Belanda, pembayaran bunga dikenakan pajak di mana bunga tersebut berasal. Artinya, pembayaran bunga pinjaman luar negeri wajib dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20 persen.
Anggapan Pemohon PK, berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) di atas, bunyi putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru. Oleh sebab itu, Putusan pengadilan Pajak No. Put.46868/PP/M.III/13/2013 harus dibatalkan.
Sebaliknya, Termohon PK beralasan bahwa pihak lawan transaksi bukan agen penyaluran dana yang mewakili pihak lain dalam memberikan pinjaman. Pihak lawan transaksi adalah badan hukum yang terpisah dengan Termohon serta memiliki kegiatan usaha aktif.
Termohon PK Berkewajiban membayar pokok hutang dan bunga kepada pihak lawan transaksi. Terkait penghasilan bunga yang diterima pihak lawan transaksi dikenakan pajak di Belanda. Pihak Lawan transaksi memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari P3B antara Indonesia dan Belanda, yakni tidak dikenakan pajak atas bunga di Indonesia. Dengan begitu, pembayaran bunga pinjaman tidak dikenakan PPh Pasal 26.
Pertimbangan MA
Dalil permohonan dari pihak Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan dan menetapkan pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan benar. Setelah memeriksa dan menguji dali-dalil yang diajukan, permohonan Otoritas Pajak tidak dapat menggugurkan fakta-fakta atau melemahkan bukti yang ditampilkan di persidangan.
Baca Juga : Putusan MA Tjandra Limanjaya Bebas
Pihak lawan transaksi adalah badan hukum yang bertempat di Belanda. Pihak tersebut juga berstatus sebagai benefical owner atas dana yang dipinjamkannya ke Termohon PK. Bunga yang didapat atas peminjaman dana ke Termohon PK merupakan penghasilan kena pajak dan dilaporkan kepada otoritas Belanda. Karenanya, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan sebab tidak sesuai dengan Pasal 4 junto Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia dan Belanda.
Tidak ada putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan PK yang diajukan oleh Otoritas Pajak dinyatakan ditolak. Pemohon PK sebagai pihak yang kalah dihukum untuk membayar biaya perkara.